CIREBON.JABARTRUST.COM, – Di sebuah hotel sederhana di kawasan Jalan Tentara Pelajar, Kecamatan Kesambi, Kota Cirebon, suasana pagi itu tampak formal tapi tak kehilangan semangat juangnya. Hari itu, Minggu (13/4/2025), Dewan Pimpinan Pusat Barisan Pejuang Demokrasi (BAPEKSI) mengukuhkan puluhan pengurus Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dari berbagai daerah, termasuk LBH BAPEKSI Kabupaten Bandung. Tapi di balik nama-nama jabatan dan prosesi seremonial, ada cerita lain yang pelan-pelan meretas jalan keadilan dari pinggiran.
Ucok Rolando Parulian Tamba, S.H., M.H., pria bertubuh tegap dengan senyum tenang, berdiri menerima penghargaan. Ia, bersama dua rekannya—Vitria Suciani Tejaningrum dan Fa’aro Daeli—diberi mandat sebagai motor penggerak LBH BAPEKSI Kabupaten Bandung untuk masa bakti lima tahun ke depan. Tak banyak sorotan media nasional. Namun pengukuhan ini membawa misi besar: mendekatkan keadilan kepada mereka yang selama ini jauh dari akses hukum.
“Kami tidak berafiliasi ke partai politik mana pun. LBH BAPEKSI dibentuk untuk dan bersama rakyat,” ulang Ucok dalam wawancara singkat. Kalimat ini bukan sekadar kutipan, tapi mantra yang berulang dalam gerakan-gerakan bantuan hukum akar rumput.
Ketika Hukum Terasa Mahal, LBH Menjadi Nafas Harapan
Di balik teks Surat Keputusan Nomor: 23/SK-KEP/DPP-BAPEKSI/II/2025 itu, tersemat harapan: bagaimana hukum yang kerap dianggap “milik orang kaya” bisa menjadi milik rakyat. Ucok dan timnya berkomitmen untuk memberikan akses hukum gratis kepada siapa pun yang memerlukan, dari warga miskin kota hingga kepala desa yang terjebak pusaran kebijakan.
Ini bukan janji kosong. LBH BAPEKSI Kabupaten Bandung bahkan mendapat apresiasi dari DPP karena dinilai berhasil memberikan manfaat nyata, terutama melalui penyuluhan hukum kepada para kepala desa—salah satu simpul penting dalam struktur pemerintahan lokal yang sering kali luput dari perhatian advokasi.
“Penghargaan lima juta rupiah ini bukan soal uangnya,” ujar Ucok. “Ini pengakuan bahwa kerja-kerja diam kami ternyata sampai juga ke meja pusat.”
Namun, kerja diam itu sering berlangsung dalam situasi sulit. Minim dukungan, terbatas sumber daya, dan berhadapan dengan masyarakat yang trauma terhadap hukum. LBH BAPEKSI bergerak melawan arus itu—perlahan, tapi pasti.
Dari GMNI ke Jalan Sunyi Advokasi
Ucok bukan nama baru di dunia pergerakan. Eks pengurus Presidium GMNI periode 2013–2015 ini telah kenyang menghadapi dinamika gerakan mahasiswa dan sekarang membawa idealismenya ke ranah hukum.
Ia menyebutkan bahwa LBH bukan hanya soal mendampingi di pengadilan, tetapi juga memberi penyadaran hukum. “Banyak warga tidak tahu hak-haknya. Mereka pasrah ketika dirampas, didiamkan ketika dizalimi. Di situ tugas kami dimulai,” katanya.
Komitmen pro bono alias tanpa bayaran bukan hanya formalitas. LBH BAPEKSI Kabupaten Bandung, menurut Ucok, akan menjadi tempat pertama dan terakhir bagi warga yang tak mampu menyewa pengacara, tetapi tetap ingin menuntut keadilan.
Tantangan ke Depan: Antara Idealisme dan Kenyataan
Meski niatnya mulia, jalan LBH BAPEKSI tidak akan mudah. Indonesia masih bergulat dengan rendahnya literasi hukum, ketimpangan akses, dan budaya diam. Tanpa sokongan dana yang berkelanjutan, banyak LBH akhirnya terjebak dalam ketergantungan atau stagnasi.
Pertanyaan kritis muncul: mampukah LBH BAPEKSI mempertahankan independensinya? Bisakah mereka tetap berpihak pada rakyat ketika tekanan politik dan ekonomi datang?
Ucok tidak menjawab langsung. Tapi gesturnya cukup menjelaskan keyakinan itu masih ada. “Kami tidak bisa menjanjikan akan menang di semua perkara. Tapi kami bisa jamin satu hal: rakyat tidak akan berjuang sendirian,” ucapnya.
Dari Hotel ke Desa, Dari Seremoni ke Aksi
Hari itu, pengukuhan selesai. Sertifikat diserahkan, foto diambil, dan semua orang kembali ke daerahnya. Tapi pekerjaan sesungguhnya baru dimulai. Di Kabupaten Bandung, LBH BAPEKSI kini punya PR besar: membuktikan bahwa janji keadilan bukan hanya omong kosong dari podium acara.
Mereka tak membawa senjata. Hanya membawa berkas hukum, semangat lama dari dunia aktivisme, dan keberanian menghadapi sistem yang tak selalu berpihak pada rakyat.
Dan di tengah sunyi perjuangan itu, LBH BAPEKSI tetap melangkah—menjaga api kecil harapan di sudut-sudut hukum yang sering dilupakan.
Ingin kamu kembangkan jadi long-form atau difokuskan ke profil Ucok sebagai tokoh pergerakan akar rumput?