BANDUNG.JABARTRUSTED.COM, – Sinar pagi belum lama menembus kabut Bandung ketika sekelompok penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyambangi sebuah rumah di kawasan elite. Rumah itu milik Ridwan Kamil, mantan Gubernur Jawa Barat. Tak ada suara gaduh. Namun, dari dalam, satu demi satu barang keluar—dokumen, perangkat elektronik, dan satu motor gagah: Royal Enfield.
Motor yang biasanya diasosiasikan dengan petualangan itu kini jadi simbol dari sesuatu yang lebih suram—dugaan keterlibatan sang mantan gubernur dalam kasus korupsi belanja iklan Bank BJB senilai ratusan miliar rupiah.
#### **Kasus Lama dengan Pola Lama**
KPK telah menetapkan lima tersangka dalam kasus ini. Para tersangka berasal dari lingkar dalam Bank BJB: Yuddy Renaldy (eks Dirut), Widi Hartoto (Divisi Corsec), serta tiga pemilik agensi iklan: Ikin Asikin Dulmanan, Suhendrik, dan R. Sophan Jaya Kusuma.
Investigasi awal menunjukkan bahwa dari Rp409 miliar dana belanja promosi BJB, sebanyak Rp222 miliar tak jelas rimbanya—menghilang dalam selisih antara pembayaran ke agensi dan pengeluaran aktual ke media.
Skema yang dipakai tergolong klasik: markup harga iklan, laporan penayangan fiktif, dan pemanfaatan jaringan agensi untuk mengelabui sistem pengawasan. Namun, keterlibatan tokoh publik seperti Ridwan Kamil membuka dimensi lain: apakah ada penggunaan jabatan untuk menyokong aliran dana ini?
#### **Simbol Kekuasaan dalam Dua Roda**
Royal Enfield bukan sekadar kendaraan. Di kalangan pejabat atau tokoh publik, kendaraan ini adalah bentuk gaya hidup. Sumber internal KPK menyebut, motor ini disita bukan semata karena nilai materinya, tapi karena diduga dibeli atau diterima dengan dana hasil korupsi.
“Ini bisa jadi artefak dari aliran dana gelap,” ujar seorang penyidik kepada kami. “Kami sedang telusuri apakah barang-barang mewah lainnya juga masuk dalam pusaran kasus ini.”
Penyidik KPK juga menyita beberapa barang elektronik yang disebut menyimpan data komunikasi antara para tersangka dan pihak eksternal—termasuk kemungkinan percakapan dengan tokoh politik, pengiklan besar, dan pemilik media.
#### **Dari Bank ke Media: Siapa Bermain di Mana?**
Tim investigasi kami menemukan adanya relasi antara agensi-agensi yang dipakai BJB dan media lokal maupun nasional. Dalam beberapa dokumen yang bocor, ditemukan nama-nama media yang menerima dana iklan, namun ketika diverifikasi, ditemukan ketidaksesuaian volume dan jadwal penayangan iklan.
Praktik semacam ini bukan baru. Namun yang membedakan adalah keberanian pihak-pihak yang terlibat untuk menggelontorkan anggaran promosi tanpa prosedur yang jelas, bahkan ketika masa jabatan gubernur hampir habis.
Seorang mantan pegawai Divisi Corsec Bank BJB mengaku kepada kami bahwa tekanan untuk “menghabiskan” anggaran promosi di akhir tahun cukup tinggi. “Kadang bukan soal efektivitas iklan, tapi soal kepentingan menjaga hubungan dengan media, dengan elite.”
#### **Mengurai Jalur Politik dan Potensi Conflict of Interest**
Apakah Ridwan Kamil benar-benar terlibat langsung? Hingga kini, ia belum ditetapkan sebagai tersangka. Namun, penyitaan motor menjadi sinyal bahwa KPK mulai mengarahkan sorotan ke peran kepala daerah dalam proyek-proyek besar yang melibatkan BUMD.
Apalagi, RK dikenal dekat dengan proyek branding daerah dan promosi digital. Ia beberapa kali memuji BJB sebagai motor penggerak pembangunan ekonomi kreatif Jawa Barat.
“Kalau terbukti, ini akan jadi preseden buruk tentang bagaimana branding bisa jadi kendaraan pencucian uang,” ujar seorang pakar kebijakan publik dari UGM.
#### **Akhir Sebuah Narasi atau Awal Terbongkarnya Lebih Besar?**
Kasus ini bukan hanya tentang satu motor atau satu nama. Ini soal bagaimana uang publik—yang seharusnya membiayai pendidikan, kesehatan, dan layanan dasar—meluncur ke kantong pribadi lewat jalur samar bernama “promosi.”
Pertanyaannya: berapa banyak Royal Enfield lain yang belum ditemukan? Dan siapa saja yang masih tertawa di balik layar, jauh dari sorotan?
—
Kalau kamu mau versi lebih panjang, misalnya untuk liputan media atau tayangan dokumenter, bisa banget aku bantu juga. Mau dilanjut investigasi ke jejak agensi iklannya?