BANDUNG.JABARTRUSTED.COM, – Ketika jutaan orang tumpah ruah ke jalan demi bertemu keluarga, bersalaman di pagi Lebaran, atau sekadar melepas rindu akan kampung halaman—di sisi lain, ratusan kisah duka mengiringi perjalanan itu. Di Jawa Barat, angka itu berbunyi pilu: 220 kecelakaan lalu lintas, 59 nyawa melayang, dan ratusan luka-luka selama arus mudik dan balik Lebaran 2025.
Angka-angka itu dicatat oleh Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat, dalam rentang waktu 23 Maret hingga 5 April 2025. Meski jumlahnya menurun dibandingkan tahun lalu, setiap korban tetap meninggalkan cerita yang tak bisa dihitung oleh statistik.
“Jumlah kejadian kecelakaan pada tahun 2025 mencapai 220, dengan korban meninggal dunia 59 orang, luka berat 64 orang, dan luka ringan 292,” ujar Plt Kepala Dishub Jabar, Dhani Gumelar, pada Minggu, 6 April 2025.
Turun 45 Persen, Tapi Tak Hilang
Jika dibandingkan tahun lalu, ini adalah kemajuan signifikan. Pada 2024, kecelakaan di musim Lebaran mencapai 397 kejadian, dengan 193 korban meninggal dunia. Dengan kata lain, ada penurunan sekitar 45 persen dalam jumlah kecelakaan dan lebih dari 69 persen dalam jumlah korban jiwa.
Namun, bagi keluarga korban, statistik itu tidak banyak berarti.
Di jalur tol misalnya, tujuh peristiwa kecelakaan tercatat, mengakibatkan lima orang meninggal dunia dan 20 lainnya luka ringan. Jalur maut masih didominasi Tol Cipali yang menyumbang empat kecelakaan dengan tiga korban tewas. Sementara Tol Jagorawi dan Cisumdawu tercatat nihil kecelakaan.
Sedangkan di jalan arteri, situasinya lebih kompleks. 213 peristiwa kecelakaan terjadi di berbagai jalur, mulai dari Arteri Barat, Utara (Pantura), Tengah, hingga Selatan.
Berikut rinciannya:
-
Jalur Arteri Barat: 45 kecelakaan, 18 meninggal
-
Pantura/Utara: 64 kecelakaan, 14 meninggal
-
Arteri Tengah: 68 kecelakaan, 15 meninggal
-
Arteri Selatan: 36 kecelakaan, 7 meninggal
“Mayoritas kecelakaan terjadi di jalur arteri,” ujar Dhani. “Ini jadi catatan penting bahwa pengawasan dan edukasi keselamatan harus lebih dikuatkan di jalur non-tol.”
Lebaran dan Risiko di Jalan Raya
Mudik selalu jadi bagian tak terpisahkan dari budaya Indonesia—bahkan sudah jadi semacam “ritual nasional” yang mendekatkan jarak sosial dan emosional yang selama setahun terbentang. Namun dari tahun ke tahun, cerita gembira ini selalu berdampingan dengan luka, kehilangan, dan trauma.
Ada yang mobilnya terguling karena sopir mengantuk. Ada pula sepeda motor yang ditabrak dari belakang ketika mencoba menyalip antrean panjang. Semua cerita bermuara pada satu kenyataan: keselamatan di jalan masih jadi pekerjaan rumah besar.
Harapan ke Depan: Selamat Sampai Tujuan
Penurunan angka kecelakaan tahun ini tentu jadi kabar baik. Namun pekerjaan belum selesai. Perlu lebih dari sekadar pos pengamanan dan baliho imbauan keselamatan untuk menyelamatkan nyawa. Edukasi, infrastruktur, hingga penegakan hukum harus terus diperkuat.
Karena pada akhirnya, mudik bukan hanya soal sampai ke kampung halaman. Tapi bagaimana setiap orang bisa sampai dengan selamat, pulang dengan senyum, dan kembali tanpa luka.